Museum Balla Lompoa
Museum Balla Lompoa berada di Jalan Sultan Hasanuddin No. 48, Sungguminasa, Somba Opu, Kabupatan Gowa, Sulawesi Selatan. Museum ini terletak di kota Sungguminasa yang berbatasan langsung dengan kota Makassar. Perjalanan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi dan angkutan umum, baik roda empat maupun roda dua.
Museum Balla Lompoa merupakan
rekonstruksi dari istana Kerajaan Gowa yang didirikan pada masa pemerintahan
Raja Gowa ke-31, I Mangngi-mangngi Daeng Matutu, pada tahun 1936. Dalam bahasa
Makassar, Balla Lompoa berarti rumah besar atau rumah kebesaran. Arsitektur
bangunan museum ini berbentuk rumah khas orang Bugis, yaitu rumah panggung,
dengan sebuah tangga setinggi lebih dari dua meter untuk masuk ke ruang teras.
Seluruh bangunan terbuat dari kayu
ulin atau kayu besi. Bangunan ini berada dalam sebuah kompleks seluas satu
hektar yang dibatasi oleh pagar tembok yang tinggi. Museum ini berfungsi
sebagai tempat menyimpan koleksi benda-benda Kerajaan Gowa. Benda-benda
bersejarah tersebut dipajang berdasarkan fungsi umum setiap ruangan pada
bangunan museum. Di bagian depan ruang utama bangunan, sebuah peta Indonesia
terpajang di sisi kanan dinding.
Di ruang utama dipajang silsilah
keluarga Kerajaan Gowa mulai dari Raja Gowa I, Tomanurunga pada abad ke-13,
hingga Raja Gowa terakhir Sultan Moch Abdulkadir Aididdin A. Idjo Karaeng
Lalongan (1947-1957). Note: Sumber lain menyebutnya sebagai Andi Ijo Daeng
Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aididdin.
Museum Balla Lompoa menyimpan koleksi
benda-benda beharga yang tidak hanya bernilai tinggi karena nilai sejarahnya,
tetapi juga karena bahan pembuatannya dari emas atau batu mulia lainnya. Di
museum ini terdapat sekitar 140 koleksi benda-benda kerajaan yang bernilai
tinggi, seperti mahkota, gelang, kancing, kalung, keris, dan benda-benda lain
yang umumnya terbuat dari emas murni dan dihiasi berlian, batu rubi, dan
permata.
Di ruangan utama ini, terdapat
sebuah singgasana yang diletakkan pada area khusus di tengah-tengah ruangan.
Beberapa alat perang, seperti tombak dan meriam kuno, serta sebuah payung
lalong sipue (payung yang dipakai raja ketika pelantikan) juga terpajang di
ruangan ini.
Museum ini pernah direstorasi pada
tahun 1978-1980 dan diresmikan oleh Prof. Dr. Haryati Subadio yang pada waktu
itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Kebudayaan. Hingga saat ini, pemerintah
daerah setempat telah mengalokasikan dana sebesar 25 juta rupiah per tahun
untuk biaya pemeliharaan secara keseluruhan.
Categories:
All Post